UPAYA MEMBANGUN KESADARAN QURANI


BILAMANA dikaitkan dengan kewajiban terhadap Al Quran sebagai Kitab petunjuk (hudan), maka sebagian besar kaum muslimin diasumsikan masih lelap tertidur nyenyak. Sangat sedikit diantara mereka yang sudah sintak jaga terbangun. Dan yang lucunya lagi, banyak juga mereka yang pura pura tidur, padahal sudah melek.

Beginilah situasi pada umumnya kaum muslimin, yang kita rasakan pada dewasa ini. Situasi ini sesuai gambaran Al Quran mengenai fenomena para hamba Allah yang terpilih, yang dibagi kepada 3 kategori: Zhalimun linafsih, Muqtashid, dan Sabiqun bil khairat bi iznillah. (Baca QS 35: 32).

Beberapa pesan pesan moral Al Quran, terasa masih sulit untuk dipedulikan. Apakah pesan yang seharusnya dilaksana kan atau yang semestinya ditinggalkan. Riba yang terang terangan diharamkan Al Quran, tetap saja dilaksanakan. Bahkan mendapatkan justifikasi dalam bentuk sistem yang legal dan fix. Entah kapan akan dienyahkan.

Begitupun tindakan hukum terhadap pelaku pencurian, perampokan, perzinaan, liwath (homoseksual), pembunuhan, dan berbagai perilaku menyimpang lainnya, nampaknya masih jauh panggang dari api. Padahal Al Quran sudah menetapkan bentuk hukuman yang fix untuk setiap perbuatan diatas. Tinggal menjalankan saja.

Kok tidak bisa ?
Apa faktor penyebabnya ?
Karena ketidaktahuankah, ketidakmampuankah atau ketidakmaunkah ?

Kita lebih cenderung melihatnya, sebagai ketidakmauan. Bukan karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan, mengingat tingkat pendidikan kaum muslimin di berbagai bidang, rata rata saat ini sudah sedemikian tinggi, dan otoritas pengambilan keputusan pun sebagian besar berada di tangan mereka. Sehingga faktor tidak tahu dan tidak mampu, tidak dapat dijadikan dalih untuk mengenyampingkan petunjuk Al Quran yang mulia ini.

Oleh itu, perlu ada kemauan dalam bentuk political will yang tiada mengenal lelah untuk menjadikan Al Quran, tidak hanya sekedar dibaca teksnya, tetapi juga secara bertahap namun pasti, di pahami kandungannya, dan dipraksiskan pesan pesannya dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.

Disinilah kadar keimanan kaum muslimin terhadap kitab sucinya dipertaruh kan. Apakah mereka sekedar membaca (tilawah), ataukah benar benar membacanya (haqqa tilawatih), sebagai yang diisyaratkan dalam QS Albaqarah ayat 121 yang terjemahannya sbb: "Orang orang yang telah Kami berikan Alkitab dan mereka membaca dengan sebenar nya membaca, adalah mereka yang beriman kepadanya. Dan barang siapa yang kafir terhadapnya, maka mereka itulah orang orang yang merugi."

Haqqa tilawatih, dipahami sebagai membaca, memahami, dan mengamalkan. Begitulah semestinya bentuk wujud kepedulian kepada Al Quranul Karim.

Perlu diketahui juga bahwa orang yang tidak peduli Al Quran, di akhirat nanti akan menyatakan penyesalannya dihadapan Allah Ta'ala. Sehingga Rasulullah angkat bicara, lalu melapor kepada Allah Ta'ala: "Dan berkata Rasul, Ya Rabbi, sesungguh nya kaumku yang menyesal itu adalah orang yang tidak mempedulikan Al Quran ini." (QS 25: 30)

Oleh itu, mari kita tunjukkan kepedulian terhadap Al Quran secara sungguh sungguh, sebab Allah Ta'ala bisa saja menarik kembali wahyu yang sudah diturunkan-Nya, lantaran ketidakpedulian manusia kepadanya, seperti yang disampaikan Allah Ta'ala kepada Nabi kita (Baca QS 17: 86).

Jika itu terjadi, kita akan kehilangan cahaya yang menerangi kehidupan, dan kembali ke alam kegelapan sebagaimana sebelum wahyu turun. Na'uzubillahi min zalik.

Samarinda, 08 Juni 2022

Related

ticker 3037446939361864310

Post a Comment

emo-but-icon

Follow us !

Trending

Langgan

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Tayangan

item